Minggu, 03 Januari 2016

Annyeong haseyo chingudeul!! Udah lama gak bikin postingan di blog ini. Oleh sebab itu, kali ini aku memposting korean fanfic.
Hope You Like ^^


❤MAN IN LOVE❤

Author: Nickie Sai
Cast:
☆ Jeon Jungkook (BTS)
☆ Lee Hana (OC)
Genre: Romance
Rated: T
Lenght: Oneshoot
Disclaimer: This story belongs to me
Warning: AU, OOC, Typo, feel tidak dapat, Dll.

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

Cuaca pagi hari terasa begitu sejuk merasuk ke pori-pori tubuhku. Ku senandungkan sebuah lagu yang entah sudah beberapa kali ku lagukan di pagi ini. Aku bukanlah orang yang cepat bosan untuk melakukan suatu hal atau menyukai sesuatu. Aku termasuk kategori orang yang ambisius, jika aku menyukai sesuatu, maka akan ku lakukan segala cara untuk mendapatkannya. Tidak ada kata menyerah dalam kamusku, karena menurutku kata menyerah hanya berlaku untuk mereka para pecundang. Meskipun seratus kali aku gagal, maka seribu kali lagi aku mencobanya kembali. Sebab nanti aku akan mendapatkan hasilnya lebih dari pengorbananku.

Oh ya, perkenalkan namaku Jeon JungKook, aku seorang pria yang kini tengah duduk dibangku kelas 2 SMA. Kalau menurut pandangan orang, aku termasuk pria yang cukup tampan dan menawan. Selain itu menjadi pria idaman para wanita. Bukannya sombong, tapi memang begitu kenyataannya. Kalau soal perilaku, aku bukanlah pria yang baik yang suka belajar atau sopan terhadap guru, justru sebaliknya. Perilakuku cukup buruk, sudah sering kali aku mendapat detensi dan beberapa kali di skorsing. Entah karena berkelahi, terlambat masuk, bolos sekolah, atau tidak mengerjakan tugas. Tapi semua itu tidak mengurangi kadar pesonaku, aku tetaplah seorang Most Wanted Guy di sekolah.

Sekarang aku sudah berada di sekolahku, ku lihat sepanjang koridor yang ku lewati terasa begitu sepi, tidak ada siswa-siswi yang berkeliaran disana. Apakah menurut kalian aku kepagian? Kalau fikiran kalian mengatakan begitu, tentu saja salah besar. Karena sekarang jam menunjukkan pukul 8.00, itu tandanya aku terlambat dan pelajaran pertama sudah dimulai sejak 30 menit yang lalu. Itu bukanlah sebuah masalah besar, karena setiap harinya memang aku seperti itu. Sebelum aku masuk kedalam kelasku yang berada di lantai dua, terlebih dulu aku mengambil buku paket yang ku simpan di lokerku. Aku terlalu malas untuk membawanya pulang, karena cukup berat. Setelah berada didepan kelas, aku mengetuk pintunya.

'Tok tok tok'

"Masuk!" Terdengar suara bariton dari dalam kelas, aku rasa itu adalah guru pengajar. Tanpa pikir panjang aku segera masuk dan dihadiahi sebuah tatapan tajam oleh Guru Choi. Dan ku balas dengan sebuah senyuman.

"Aku pikir, kau tidak masuk hari ini, Jeon JungKook!" Guru Choi memandangku tajam sambil menyilangkan tangan didada. Dia termasuk jajaran Guru Killer di sekolah, tapi aku tidak takut.

"Aku rasa, pikiran Guru Choi perlu di reparasi, karena nyatanya aku masuk hari ini." Jawabku enteng tanpa memperdulikan tatapan matanya yang hampir membuat bola matanya keluar.

"Kau benar-benar membuatku naik darah! Apa perlu aku memberikan detensi lagi untukmu?"

"Jika itu mau Guru Choi, ya terserah! Apa boleh buat?"

"Dasar nakal! Sampai kapan kau terus seperti itu? Bagaimana caranya membuatmu sadar? Hah?!"

"Aku ini sudah sadar Guru Choi, bahkan aku sedang bicara denganmu. Bagaimana bisa kau mengatakan aku belum sadar? Dan menurutku, kau sendirilah yang belum sadar."

"Kembali ke tempat dudukmu, dan buka bukumu, setelah itu perhatikan pelajaranku." Daripada aku membuat Guru Choi terkena serangan jantung, aku memilih pergi ke tempat dudukku yang berada di pojok kanan belakang.

Tapi saat aku sedang menuju ke tempat dudukku, aku melihat seorang bidadari yang begitu cantik. Astaga, apa sekarang aku berada di surga? Hey, tapi saat ini aku masih hidup. Mungkin dia murid baru disini, karena aku belum pernah melihatnya disini. Wajahnya cantik dan manis, kulitnya putih bersih, iris mata berwarna coklat, pipinya sedikit chubby, dan rambut coklatnya lurus tergerai indah. Perfect. Dan menurutku dia kategori siswi yang pintar. Uhh.. Aku menyukainya. Aku jatuh cinta padanya. Inikah yang namanya Cinta Pandangan Pertama?? Ku rasa iya. Dan yang paling penting sekarang, aku harus mendapatkannya, dan menjadikannya milikku seorang.

"Cepat buka bukumu!" Perintah Guru Choi tegas. Segera ku keluarkan buku tulis, buku paket, dan bolpoin. Guru Choi berjalan ke arahku dan berdiri di depanku.

"Apa kau sudah lupa, aku mengajar Mapel apa?"

"Tentu saja tidak, Guru Choi. Mapelmu adalah pelajaran favoritku."

"Oh ya? Tapi kenapa kau salah mengeluarkan buku paketnya?" Tanya Guru Choi sambil menaikkan sebelah alisnya. Aku hanya menggarukku yang tidak gatal.

"Aku mengajar pelajaran Matematika. Kenapa kau malah mengeluarkan buku Biologi?"

"Ini hanyalah sebuah kesalahan kecil, jadi Guru tidak perlu marah-marah." Dengan cepat ku keluarkan buku Matematika, dan ku masukkan buku Biologinya kedalam tas. Setelah itu Guru Choi kembali kedepan.

Akhirnya, aku bisa merasakan kenyamanan yang tiada duanya. Sepanjang pelajaran berlangsung, aku tidak fokus dengan apa yang di terangkan. Aku lebih suka memperhatikan makhluk cantik yang duduk di depanku ini. Siswi baru yang telah mencuri hatiku tanpa diduga-duga. Bahkan aku dapat mencium aroma parfumnya yang merasuk ke hidungku. Dan hampir saja tanganku yang nakal bergerak mengelus rambutnya. Huft.. Aku harus sabar, jangan sampai dia ilfeel padaku. Tunggu aku Baby!!

'Tet tet tet'

Suara bel terdengar, itu berarti.... waktunya istirahat. Aku sudah tidak sabar mengisi perutku ini. Dan ku lihat pujaan hati sudah beranjak meninggalkan kelas bersama temannya. Padahal aku belum sempat berkenalan, tapi selama waktu masih terus berputar, aku masih bisa melakukannya. Ku tepuk bahu teman sebangkuku.

"Hey, apa kau tahu siapa nama siswi baru yang duduk didepan kita tadi?"

"Oh, tentu saja. Namanya Lee Hana, putri kepala sekolah. Kau menyukainya?" Tanya Jung HoSeok padaku.

"Hm. Aku jatuh cinta padanya. Jadi aku harus bisa membuat kepala sekolah merestuiku dengan putrinya."

"Belum tentu Hana menerima cintamu, jadi jangan besar kepala. Hana itu type gadis yang pintar dan baik, sedangkan kau nilai saja pas-pasan dan sikapmu itu sangat buruk. Suka berkelahi, bolos sekolah, dan anggota gangster."

"Aku bisa merubah perilaku burukku menjadi lebih baik. Mungkin aku bisa mulai dengan merapikan gaya rambutku serta gaya pakaianku. Dan mungkin mengenakan kacamata juga dapat membantu."

"Terserah kau saja. Aku hanya memperingatkanmu agar tidak melukai hatinya."

"Baik Captain!" Aku berlagak seperti memberi hormat pada HoSeok.

"Aku kekantin dulu. Mungkin gadisku ada disana." Belum apa-apa, tapi aku sudah berani menyebutnya sebagai gadisku. Kantin berada dilantai dasar, berarti aku harus turun.

Aku mencari keberadaan gadisku itu, dan dia duduk dipojok bersama dua orang temannya. Dia terlihat tengah tertawa, dan itu membuatnya semakin terlihat cantik. Pipinya yang sedikit merona, membuatku ingin mencubitnya. Astaga, otakku sedikit bermasalah sepertinya.

"Annyeong Oppa!!" Sapa beberapa siswi kelas X padaku. Hanya ku balas dengan senyuman.

Aku juga mendengar bisik-bisik dari siswi yang melihat kehadiranku di kantin. Diantaranya, 'dia keren sekali'. 'Aku ingin menjadi kekasihnya'. 'Ada yang tahu nomor ponselnya'. 'Tapi dia kan trouble maker'. Uhh, aku tidak suka dengan kalimat yang terakhir.

Aku berjalan menghampiri Hana dan duduk di hadapannya. Jika dilihat dari dekat, kecantikannya tambah sepuluh kali lipat.

"Hai!" Dia mendongakkan kepalanya dan menatapku.

"Ya, waeyo?" Suaranya begitu merdu seperti alunan melodi yang menenangkan hati.

"Aku hanya ingin berkenalan denganmu. Jungkook imnida." Ku ulurkan tanganku padanya.

"Hana imnida." Dia menjabat tanganku, dan dapat ku rasakan betapa halusnya tangannya itu.

"Kau pasti sudah tahu banyak tentangku dari teman-teman. Aku ini pria tertampan di sekolah ini."

"Yang aku tahu, kau itu pembuat onar di sekolah ini. Dan menurutku banyak pria tampan di sekolah ini, bukan hanya kau saja. Apalagi yang bernama Kim Taehyung itu, dia tampan dan pintar."

Sial! Kenapa jadi seperti ini. Tadi siapa yang dia bilang? Kim Taehyung? Si kutu buku itu? Hey, jika aku rajin belajar, pasti aku juga bisa pintar. Kalau aku jadi pintar, pasti banyak gadis-gadis yang mengejarku. Dan aku tidak ingin membuat mereka patah hati.

"Bukan aku saja yang suka membuat onar, masih banyak yang lain. Dan menurutku itu kenakalan remaja yang wajar-wajar saja."

"Tapi berperilaku tidak sopan pada guru, itu suatu tindakan yang tidak baik. Pasti kau juga sering keluar masuk club malam kan?"

"Walau aku ini nakal, tapi tidak sampai masuk ke club malam. Aku bukan dia!" Aku menunjuk salah seorang siswa yang tengah mengobrol dengan teman-temannya.

"Tiap malam dia pasti datang club malam, dan bermain dengan wanita-wanita disana. Apalagi orang tuanya pemilik Bar Hostes terbesar di kota ini."

"Apa? Darimana kau tahu?"

"Memangnya apa yang tidak kau tahu?"

"Rumus Fisika?"

"Kau benar sekali! Aku memang tidak tahu tentang itu."

"Apa benar kau peringkat ketiga dari bawah seangkatan kita?"

"Ya, benar. Yang penting bukan urutan terakhir."

"Memang kau tidak pernah belajar?"

"Belajar itu bukan gayaku."

"Jangan menjadikan belajar sebagai gaya, tapi itu kewajibanmu sebagai seorang pelajar."

"Ya, aku tahu. Tapi aku tidak suka."

"Jangan hanya mengerjakan hal-hal yang sukai, tapi berusahalah untuk menyukai apa yang kau kerjakan."

"Akan aku usahakan. Tapi ada hal yang lebih penting yang ingin ku katakan padamu."

"Apa itu?"

"Apa kau percaya jika aku bilang, aku jatuh cinta padamu."

"Entahlah, aku kan belum tahu kebenarannya."

"Jika aku menyatakan perasaanku padamu, apa kau mau menerimanya?"

"Tapi aku tidak suka dengan orang bodoh dan nakal."

"Lalu apa yang harus aku lakukan agar membuatmu menerima cintaku?"

"Kau bisa memperbaiki sikapmu dan menjadi pintar. Bulan depan ada ujian semester, jika kau bisa masuk kesepuluh besar, aku akan mempertimbangkannya."

"Aku pasti bisa masuk sepuluh besar." Aku mengerlingkan padanya dan pergi meninggalkan kantin. Mulai detik ini, aku akan belajar menjadi laki-laki yang baik. Kita lihat sebulan nanti.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi, setelah aku mau mengikuti gadis pujaanku. Aku akan memastikan kalau dia pulang dalam keadaan selamat. Jangan sampai dia kenapa-kenapa. Aku menuju area parkir, dan ku lihat gadisku sudah masuk ke mobil jemputannya. Segera ku pakai helm dan ku lajukan motorku mengikutinya. Ternyata dia berhenti di depan sebuah caffe. Mau apa dia kemari? Dia masuk kedalam, akupun mengikutinya. Aku memilih tempat yang agak jauh darinya supaya tidak ketahuan.

Seorang pelayan menghampiriku dan menanyakan pesananku. Aku hanya memesan secangkir caramel macchiato. Aku menutupi wajahku dengan buku menu sambil terus memperhatikan Hana. Mataku membulat saat melihatnya berpelukkan dengan seorang pria. Siapa dia? Hatiku hancur. Ayah, Ibu, tolonglah anakmu yang tampan ini.

Sekitar setengah jam berada di Caffe ini, kemudian Hana berlalu pergi. Mau kemana lagi dia? Aku harus mengikutinya lagi. Tidak apa-apa dibilang penguntit, semua ini untuk dia. Aku juga harus mencari tahu siapa pria tadi dan apa hubungannya dengan gadisku. Setelah menyusuri jalanan, ternyata gadisku pulang kerumahnya. Hah, syukurlah. Ku lajukan motorku meninggalkan rumahnya.

Sinar mentari pagi masuk melalui celah-celah jendela dan membangunkanku dari tidur panjangku. Ku sibak gorden dan langsung menampilkan keindahan kota dipagi ini. Rasanya tubuhku kembali segar, tidak biasanya aku bangun sepagi ini. Ku lihat jam weker di nakas menunjukkan pukul 6.00. Aku ingin cepat-cepat pergi ke sekolah dan bertemu dengannya. Tak perlu waktu lama segera ku bersihkan tubuhku di kamar.

Ku kenakan seragamku dengan rapi, tidak lupa ku pasangkan dasi. Gaya rambutku yang biasanya terkesan berantakan, kini ku sisir dengan rapi. Sempurna. Ku ambil kunci motorku dan segera turun ke bawah. Rumah ini terasa sepi, hanya ada aku dan beberapa pelayan. Orang tuaku sibuk dengan urusan bisnis mereka di luar kota, sementara kakak perempuanku tengah kuliah di London. Menurut kalian aku kesepian? Tidak, aku punya banyak teman. Teman-teman gangsterku maksudnya, mereka yang hampir setiap hari menemaniku.

Ku keluarkan motor kesayanganku dari garasi, dan segera ku lajukan membelah jalanan kota. Tidak ada kemacetan yang mengganggu. Dengan kecepatan maksimal, 15 menitpun sampai di sekolah. Setelah memarkirkan motorku, ku lanjutkan langkah ke gedung sekolah. Tapi anehnya, kenapa seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Apa mereka belum datang? Aku terlalu rajin rupanya.

"Bukankah kau murid yang biasanya terlambat? Setan apa yang merasukimu sampai kau datang sepagi ini?" Ku balikkan badanku dan mendapati seorang penjaga sekolah disini.

"Tidak ada setan yang merasukiku pak, memangnya salah kalau aku berangkat sepagi ini?"

"Tidak, justu itu bagus."

"Lalu apa masalahnya? Oh ya, biasanya murid-murid datang pukul berapa? Kenapa masih sepi?"

"Jelas masih sepi, hari ini tanggal merah, sekolah libur. Kau tidak lihat kalender?" Oh ya ampun, aku sudah semangat datang sepagi ini, dan ternyata sekolah libur.

"Tapi ada beberapa anak yang datang untuk latihan basket."

"Oh, kalau begitu aku kelapangan dulu." Aku berlari menuju lapangan basket. Ada teman-temanku yang sedang latihan basket.

"Hey, Jungkook!" Sapa salah satu diantara mereka, yaitu Suk Jin Ah.

"Ya hyung." Aku menghampirinya.

"Wow, kau datang sekolah disaat sekolah libur?" Dia menertawakanku. Sungguh Aku malu sekali.

"Ya aku lupa, aku terlalu semangat untuk bertemu Lee Hana, pujaan hatiku."

"Kalau mau bertemu dengannya, datang saja ke rumahnya."

"Kau mau aku digantung kepala sekolah? Mendengar namaku saja, dia sudah muak. Apalagi melihatku datang ke rumahnya dan bertemu putrinya, habislah aku."

"Lalu apa yang akan kau lakukan setelah ini?"

"Belajar."

"Seorang Jungkook belajar? Ini akan menjadi trending topic."

"Pasalnya, jika aku bisa masuk kedalam sepuluh besar pada ujian semester bulan depan. Dia akan menerima cintaku."

"Jika kau tidak bisa masuk kedalam sepuluh besar, itu berarti say good bye for your love."

"Hahaha.." semua orang disini menertawakanku. Awas kalian.

"Hyung, kau bisa membantuku tidak?"

"Mungkin kau harus mencari guru privat."

"Aku tahu siapa yang bisa membantuku." Gumamku. "NamJoon Hyung!" Panggilku pada Kim Namjoon.

"Waeyo?"

"Kau bisa menjadi guru privat tidak? Aku akan membayarmu. Kau kan memiliki IQ yang cukup tinggi."

"Boleh-boleh. Memangnya pelajaran apa?"

"Semuanya."

"Aish, memangnya tidak ada satupun pelajar yang kau kuasai?"

"Olahraga dan kesenian. Selain itu tidak ada lagi."

"Kapan kita memulainya?"

"Nanti pukul 2 siang aku datang kerumahmu, dan di hari-hari berikutnya."

"Oke!"

"Aku pulang dulu."

"Kau tidak mau ikut latihan?"

"Lain kali saja." Setelah mengucapkan kalimat itu, aku segera kembali ke rumah.

Jika seorang pria benar-benar jatuh cinta, maka cara apapun akan di lakukannya demi mendapat cintanya itu. Meski kecil kemungkinannya, tapi selama masih bisa bernafas dan belum adanya pernikahan, kemungkinan itu masih bisa terwujudkan. Jika aku mundur satu langkah, maka kesempatan yang aku dapat, akan hilang sepuluh kali lipat. Oleh sebab itu, aku akan terus maju. Aku percaya pada diriku, aku yakin bisa.

Waktu berputar begitu cepat, bahkan saat ini aku sudah berada di depan rumah Kim Namjoon. Aku sudah menyiapkan buku-buku pelajaran yang akan aku pelajari. Setelah memencet bel, akhirnya pintunya terbuka. Si empunya menyuruhku masuk kedalam.

"Duduk dulu, akan ku ambilkan minum untukmu. Atau kau tidak butuh minum?"

"Tidak usah repot-repot."

"Halah, biasanya kau juga merepotkan orang. Tunggu sebentar, aku ke dapur dulu." Dia mengambilkan orange jus dan makanan ringan.

"Kau ingin belajar pelajaran apa?" Ku keluarkan buku dari dalam tasku.

"Fisika, kimia, dan matematika." Pelajaran itulah yang menjadi momok bagiku. Melihatnya saja membuat kepalaku pusing. Mungkin hal itu yang menyebabkan para profesor kebanyakan kepalanya botak. Pasti karena rumus-rumus itu.

"Semua pelajaran yang berat-berat. Semoga saja setelah ini kau tidak pingsan."

"Tidak apa-apa, aku ini pria yang kuat."

"Terserah kau saja." Namjoon hyung mengajarkannya dengan cukup sabar dan telaten. Meski kepalaku hampir pecah, tapi semua itu terbayarkan dengan mampu memahami beberapa materi. Setelah aku ingin mendinginkan kepalaku dan menenangkan diri di ranjang.

Saat ini aku tengah istirahat, dan aku ingin mencari keberadaan Hana sayangku. Dia sudah menghilang dari pandanganku sejak dari tadi. Dimana dia? Oh, rupanya dia sedang berjalan bersama Kim Taehyung menuju perpustakaan. Aku menghampirinya dan menyapanya.

"Hai Hana! Hai Taehyung!" Sapaku pada Hana dengan nada gembira, sedangkan pada si kutu buku dengan nada malas.

"Hai Jungkook. Kau mau perpustakaan juga?"

"Ne, aku membaca buku. Oh iya Hana, siapa pria yang kemarin bersamamu di Caffe?"

"Kau membuntutiku?" Ya ampun, mulut ini tidak bisa di jaga. Aku harus mencari alasan.

"Aku tidak membuntutimu, kebetulan saja aku ada disana."

"Dia kakakku. Caffe itu miliknya, jadi aku datang kesana. Ayo ke perpustakaan bersama!"

"Kalian duluan saja, aku menyusul." Aku memerhatikan Hana dan Taehyung dari balik rak buku. Aku tidak suka dengan kedekatan mereka.

Setiap pulang sekolah, aku selalu datang ke rumah Namjoon hyung untuk belajar. Terbilang sudah dua minggu ini, terlihat dari nilai-nilaiku yang mulai meningkat. Aku juga mengurangi kebiasaan burukku, dan ku ganti dengan pergi ke perpustakaan dan berkutat dengan buku. Terkadang aku juga belajar hingga larut malam.

"Hana!" Panggilku saat dia tengah sendirian di perpustakaan.

"Iya?" Dia menutup buku bacaannya.

"Besok kau ada acara tidak?"

"Sepertinya tidak. Memangnya kenapa?"

"Aku ingin mengajakmu jalan-jalan, apalagi besok libur."

"Oh, kemana?"

"Kau ingin kemana?"

"Aku ikut kau saja."

"Bagaimana kalau ke pulau jeju? Atau ke namsan tower? Pilih yang mana?"

"Kita jalan-jalan di sekitar sini saja."

"Baiklah, besok aku jemput pukul 8.00. Jangan sampai lupa." Dia menganggukkan kepala.

Aku sudah siap untuk jalan-jalan bersama Hana. Sebuah kemeja warna biru muda yang ku gulung hingga siku dan ku padukan jeans hitam panjang melekat di tubuhku. Jarak rumahku dengan rumahnya tidak begitu jauh, kita berada di komplek yang sama, hanya berbeda blok saja. Aku menunggunya di luar rumahnya. Aku mendengar suara gerbang tertutup, dan ku lihat Hana keluar. Dia mengenakan dress selutut warna merah jambu dan flat shoes yang berwarna senada dengan dressnya. Make up natural dan rambut yang di biarkan tergerai, membuatku terpesona. Ku bukakan pintu mobil untuknya.

"Kita mau kemana dulu?" Tanyanya setelah berada di dalam mobil.

"Pokoknya kita ketempat yang menarik." Mobilku berhenti ke suatu tempat yang bisa di bilang seperti pasar. Karena terdapat para penjual di sepanjang jalan.

"Oneul nalssi johji... geuro ji anhi?"

"Eng... geurae."

"Kalau boleh tahu, kau suka bunga apa?"

"Hm..." dia terlihat berfikir sejenak. "Bunga bank." Lanjutnya.

"Hahaha... kau ini, kalau itu aku juga suka."

"Tapi memang benar, aku suka bunga bank."

"Suka hatimu sajalah. Kau mau es krim?" Tawarku.

"Boleh."

"Mau yang rasa apa? Coklat, vanila atau stroberry?"

"Vanila saja."

"Tunggu. Akan ku belikan untukmu." Aku membeli dua es krim, satu untukku dan satu untuknya.

"Ini." Dia menerima es krimnya. Kami mengobrol di sepanjang jalan, sesekali aku mengeluarkan candaan padanya. Melihatnya tersenyum dan tertawa bahagia merupakan kebahagiaan tersendiri untukku. Kami menghampiri beberapa penjual makanan dan penjual aksesoris. Aku melihat boneka panda berukuran besar, aku berencana untuk membelikan boneka itu untukknya.

"Kau tunggu disini dulu ya."

"Kau mau kemana?" Dia mengerutkan kening.

"Aku ada urusan sebentar, nanti aku kembali. Kau jangan kemana-mana." Segera ku hampiri penjual boneka itu, setelah mendapatkannya, aku kembali menemui Hana. Aku berdiri di depannya dengan wajah yang tertutupi oleh boneka pandanya.

"Hai Nona manis! Siapa namamu?" Aku menyamarkan suara sambil menggerakkan tangan bonekanya.

"Sudahlah, aku tahu siapa kau."

"Yah... ketahuan. Kalau begitu boneka ini untukmu. Kau bisa memeluknya, saat kau sedang merindukanku." Dia memeluk bonekanya dan membuat tubuhnya yang kecil hampir tidak terlihat.

"Boneka ini ku namai Kookie. Bagus kan?"

"Iya, bagus. Cocok sekali."

"Kita mau kemana lagi?"

"Eng... ikut saja denganku." Aku mengajaknya ke tempat karaoke. Kita bernyanyi bersama sambil menggoyangkan badan. Aku puas hari ini. Selanjutnya aku mengajaknya makan di rumah makan.

"Kau ingin pesan apa?" Tanyaku.

"Aku pesan bulgogi dan bibimbap."

"Oke. Kau mau minum soju?"

"Boleh."

"Sip. Tapi nanti jangan minum banyak-banyak. Aku takut kau mabuk." Dia mengangguk. Aku memesankan pesanan kami pada waitres. Hampir 30 menit kami menunggu, pesanan kami di hidangkan juga. Aromanya membuat perutku lapar.

"Kau suka makanan pedas ya?"

"Ne. Aku menyukainya." Selesai makan aku mengantarkannya pulang. Jangan sampai aku di laporkan ke polisi, karena membawa kabur anak gadis orang. Itu dapat menurunkan pamorku. Setelah memastikan dia masuk ke rumah, aku menjalankan mobil untuk pulang. It's the best day ever.

[Lee Hana Pov]

Ku rebahkan tubuhku di ranjang sambil memandangi langit-langit kamarku. Sejak dari tadi aku tidak henti-hentinya tersenyum karena begitu merasa bahagia. Jungkook, pria itu mampu membuatku benar-benar merasa nyaman. Saat pertama kali bertemu dengannya, aku sudah tertarik padanya. Dan aku sering melihatnya tengah membuntutiku. Dasar stalker.

Tanpa sepengetahuannya aku sering memperhatikan perkembangannya. Yups aku pernah menantangnya untuk berubah dan bisa masuk ke sepulu besar. Dan setelah ku lihat, ternyata nilai-nilainya meningkat, kebiasaan membolosnya juga berkurang. Pria konyol itu memang punya karisma tersendiri, dia cukup tampan dan bisa menarik perhatian lawan jenis. Mungkin aku salah satunya, aku terjerat dalam pesonanya. Bahkan aku tidak sabar menunggu ujian semester nanti.

[Lee Hana Pov End]

[Jeon Jungkook Pov]

Tubuhku berkeringat dingin, aku sedang menunggu pengumuman hasil ujian semester. Kemarin aku baru saja menyelesaikan ujian semester. Saat ini aku berjalan untuk melihat papan pengumuman. Dan ku lihat sudah banyak siswa-siswi yang berkumpul disana. Aku berdesak-desakan dengan mereka. Ku lihat daftar nama dari urutan bawah.

"Huhh.." ku hela nafas panjang, karena nomor yang biasanya terpampang namaku terganti dengan orang lain. Mataku semakin menjelajah ke urutan atas. Dan...

"Uhuy... aku masuk sepuluh besar." Aku jingkrak-jingkrak kegirangan. Meski orang-orang menatap aneh, tapi aku tidak peduli. Eomma, Appa, aku memecahkan rekorku sendiri. Sekarang aku harus menemui Namjoon hyung dan berterima kasih padanya. Aku berlari menuju kelasnya.

"Mianhe.." ucapku pada orang yang tidak sengaja ku tabrak.

"Gwenchanayo."

Ku atur nafasku yang terengah-engah setelah berada di depan kelas Namjun hyung. Aku masuk ke dalam kelasnya dan melihatnya tengah mendengarkan musik.

"Namjoon hyung...." teriakku dan memeluknya erat.

"Le..pas...kan.. aku tidak bisa nafas, bodoh!" Ku lepaskan pelukanku.

"Aku ingin terima kasih padamu, karena kau telah membantuku. Asal kau tahu, aku masuk ke sepuluh besar. Aku berada di peringkat delapan."

"Benarkah? Itu suatu keajaiban. Tidak sia-sia aku menjadi tutormu. Selamat ya!"

"Gomawo hyung."

"Chon maneyo."

Sekarang aku tengah mencari Hana, aku akan mengungkapkan kembali cintaku. Aku menanyakan keberadaannya pada teman-temang. Ternyata dia tengah duduk di taman belakang.

"Hana!" Dia berdiri dan berbalik menatapku. Aku berjalan kearahnya sambil tersenyum. Jantung berdegup lebih kencang dan seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di perutku.

"Eng... hasil ujiannya sudah keluar dan aku berhasil masuk ke sepuluh besar."

"Jadi intinya?"

"Mungkin ini tidak romantis, tapi--" belum selesai ku lanjutkan kalimatku, dia sudah memotongnya lebih dulu.

"Aku tidak butuh pria yang romantis, tapi pria yang memberikan kasih sayang yang tulus padaku."

"Would you be my girlfriend?"

"Jika aku menolak, apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan berdiri di rel kereta."

"Hanya orang gila melakukan itu. Dan aku pikir kau bukan orang seperti itu. Hidupmu jauh lebih berharga daripada melakukan hal-hal seperti itu."

"Jadi bagaimana? Apa kau menerimaku?"

"Tidak ada alasan untukku menolakmu." Kalimat itu membuatku langsung memeluknya. Perjuanganku tidak sia-sia. Ini merupakan awal hubungannya.

Ku lepaskan pelukanku dan ku tatap matanya. Perlahan-lahan ku dekatkan wajahku ke wajahnya, bahkan aku bisa merasakan hembusan nafasnya. Bibirku tertarik keatas melihat wajahnya memerah dan tubuhnya menegang. Hidung dan dahi kami menempel. Dan setelah itu...

•THE END•